Kasus Psikologi Komunikasi

Kasus Psikologi Komunikasi :
Dampak Media Sosial Facebook di Kalangan Remaja

Pada zaman sekarang ini, kemajuan teknologi dalam bidang komunikasi sangatlah pesat. Terciptanya telepon selular, notebook , layanan internet, dan berbagai gadget multifungsi canggih lainnya. Dengan terciptanya gadget tersebut, manusia bisa saling berkomunikasi satu sama lainnya tanpa ada batasan jarak dan waktu. Tetapi untuk saat ini, yang paling banyak digandrungi oleh masyarakat Indonesia adalah layanan internet. Layanan internet merupakan media komunikasi yang memudahkan manusia untuk mencari informasi dan bisa menghubungkan banyak orang sekaligus didalam dunia maya.
Salah satu jenis layanan intenet yang paling sering digunakan manusia adalah media sosial, diantaranya adalah Facebook. Seperti apa yang telah diungkapan oleh Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementrian Komunikasi dan Informatika Aswin Sasongko, bahwa data yang dimiliki Kementrian Komunikasi dan Informatika, terdapat 43,06 juta orang yang menggunakan situs jejaring sosial Facebook . Oleh karena itu, Indonesia tercatat sebagai pengguna Facebook yang tertinggi ketiga di dunia.
Punnyanunt-Carter (2006) meneliti tentang salah satu ciri perilaku serta hubungan interpersonal yang terbentuk dari komunikasi dalam dunia maya, yaitu keterbukaan diri. Dengan keterbukaan diri yang dilakukan oleh seseorang ketika berinteraksi di dunia maya seperti Facebook, membuat mereka mampu memenuhi kebutuhan afiliasi mereka, memperoleh validasi sosial, meningkatkan kontrol sosial, meraih pengklarifikasian diri, dan melatih pengekspreresian diri (Derlega, dalam yoseptian, 2010). Para pengguna situs pertemanan sosial tersebut memaparkan informasi mengenai dirinya dengan intensitas yang cukup sering. Sedangkan menurut remaja, media Facebook membantu mereka untuk berkoneksi dengan jaringan sosial yang luas dan terlihat dalam sebuah jaringan sosial, sehingga membuat remaja menjadi dikenal oleh orang lain dan memungkinkan untuk dapat berkembang menciptakan sebuah hubungan (Christofides, Muise & Desmarais, 2009).
            Tetapi tanpa disadari, dengan memaparkan informasi pribadi akan membuat berkurangnya privasi dalam diri mereka. Padahal, privasi memiliki fungsi untuk mengembangkan identitas pribadi, yaitu mengenal dan menilai diri sendiri (Altman, dalam Prabowo, 1998). Proses mengenal diri sendiri bergantung pada kemampuan untuk mengatur sifat dan gaya interaksi sosial dengan orang lain. Bila seseorang tidak dapat mengontrol interaksi dengan orang lain, maka dirinya akan memberikan informasi yang negatif tentang kompetensi pribadinya (Holahan, dalam Prabowo, 1998) atau akan terjadi proses ketelanjangan sosial dan proses deindividuasi (Sarwono, dalam Prabowo, 1998). Menurut Westin (dalam Prabowo, 1998) dengan privasi seseorang juga dapat melakukan evaluasi diri dan membantunya mengembangkan dan mengelola perasaan otonomi diri (personal autonomy). Otonomi ini meliputi perasaan bebas, kesadaran memilih dan kemerdekaan dari pengaruh orang lain.
            Keberadaan media sosial dapat menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positifnya, manusia menjadi mudah berkomunikasi dengan manusia lainnya tanpa terbatas  jarak dan waktu. Juga dengan adanya media sosial, manusia bisa dengan mudah untuk saling berkenalan dengan pengguna media sosial lainnya. Tetapi dampak negatifnya, dengan adanya media sosial seseorang akan tampak seperti autis atau asyik sendiri. Tidak jarang kita melihat dipinggir-pinggir jalan, di pusat perbelanjaan, sekolah, dan tempat-tempat umum lainnya orang-orang yang ada disana akan disibukkan dengan gadget masing-masing. Dengan terlihat seperti sedang asyik sendiri itulah, seseorang akan lebih senang untuk berkomunikasi lewat media sosial dibandingkan dengan berkomunikasi secara langsung tatap muka. Selain itu, salah satu dampak negatif lainnya adalah media sosial bisa menjadi pintu masuk untuk berbagai tindakan menyimpang, seperti penculikan, trafficking, pencurian, pemerkosaan, hingga pembunuhan. Berikut adalah salah satu contoh kasus kriminal tersebut:
“ Kasus pemerkosaan yang dilakukan kelompok atau geng terjadi  pada bulan Maret 2013 di wilayah Jakarta Timur, sebanyak dua kasus. Satu kasus menimpa siswi SMP berinisial ES (13) dan kasus lainnya menimpa siswi SMK berinisial NR (15). Keduanya diperkosa lantaran bertemu teman laki-laki yang dikenalnya melalui media sosial Facebook. Data penanganan kasus di Komisi Nasional Perlindungan  Anak (Komnas PA) menunjukkan, pemerkosaan pada remaja putri oleh kenalannya di media sosial mulai muncul tahun 2011 sebanyak 36 kasus. Tahun 2012, sebanyak 29 kasus dan pada Januari-Maret 2013 ini jumlahnya naik lagi menjadi 37 kasus.












Kesimpulan dan Saran
Dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dalam situs jejaring sosial khususnya Facebook, ternyata memiliki dampak secara psikologis baik positif maupun negatif. Dampak psikologis positif yang dapat diperoleh antara lain adanya keterbukaan diri yang tidak terbatas yang berguna untuk memenuhi kebutuhan afiliasi seseorang, memperoleh validasi sosial, meningkatkan kontrol sosial, meraih pengklarifikasian diri, dan melatih pengekspresian diri. Selain itu, proses komunikasi juga menjadi lebih mudah dan cepat untuk dilakukan, karena sudah tidak terbatas jarak, ruang, dan waktu.
Tetapi, keterbukaan diri dalam dunia maya juga memiliki dampak negatif yaitu berkurangnya aspek privasi dalam diri seseorang. padahal privasi memiliki fungsi untuk mengembangkan identitas pribadi, melakukan evaluasi diri, dan membantunya mengembangkan dan mengelola perasaan otonomi diri (personal autonomy). Otonomi ini meliputi perasaan bebas, kesadaran memilih dan kemerdekaan dari pengaruh orang lain. Dengan adanya media sosial juga bisa menjadi pintu masuk bagi oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab untuk berbagai tindakan menyimpang, seperti penculikan, trafficking, pencurian, pemerkosaan, hingga pembunuhan. Selain itu, dampak lain yang dapat muncul akibat terlalu sering menggunakan sosial media adalah bisa terjadi kurangnya kontak sosial di dunia nyata karena seseorang lebih senang untuk berinteraksi melalui dunia nyata.  

Mudahnnya remaja mengakses media sosial seperti Facebook, membuat banyak orang tua khawatir. Apalagi dengan banyaknya kasus kriminal yang diakibatkan oleh media sosial tersebut. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk mengawasi anak remajanya, yaitu :
Ø  Orang tua tidak bisa melarang penggunaan sosial media begitu saja kepada anaknya, karena ia bisa dengan mudah untuk megaksesnya kembali. Lebih baik, sejak dini beritahukan kepada anak-anaknya bahaya dan kelebihannya menggunakan media sosial. Dengan cara seperti itu, mereka akan mengerti dan mengetahui terlebih dulu akan bahayanya media sosial jika disalahgunakan.
Ø  Orangtua menjadi teman dekat anak. Karena dengan harmonisnya jalinan komunikasi dan kedekatan hubungan yang dibina oleh orangtua dengan anaknya, akan membuat mereka lebih mudah untuk mengungkapkan isi hati dan problematikanya. Prinsipnya, lebih baik anak mencurahkan isi hati dan masalahnya kepada orangtuanya, ketimbang curhat dan meminta saran kepada teman-temannya di media sosial.
Ø  Orangtua harus mengenali lingkungan sosial anaknya. Sehingga dapat mengetahui, dengan siapa anaknya bergaul.
Ø  Orangtua harus bisa menyelaraskan gaya komunikasi orangtua kepada anak. Orangtua perlu mengembangkan pola komunikasi dua arah yang dapat mendukung proses penyampaian informasi secara efektif dari kedua belah pihak (orangua–anak).

            Selain itu, dengan menyikapi hal ini juga harus tertanam prinsip dalam diri seseorang bahwa harus berhati-hati dalam menggunakan sosial media. Keberadaan sosial media memang menguntungkan, tetapi disisi lain terdapat pula dampak-dampak negatif yang akan didapat dari penggunaan media sosial tersebut. Oleh karena itu, tidak apa kita aktif menggunakan media sosial, asalkan kita tidak lupa untuk terus membina hubungan komunikasi yang baik dengan orang-orang yang ada disekitar kita. Karena sebenarnya berkomunikasi secara langsung tatap muka akan terasa lebih menyenangkan dibandingkan dengan berkomunikasi melalui media sosial. Dengan berkomunikasi secara langsung, kita akan menjadi lebih mudah untuk mengekspresikan pesan kepada lawan bicara kita. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan interpersonal yang baik :
Ø  Adanya rasa percaya (trust ). Bila kita telah mempunyai rasa percaya kepada lawan bicara kita, kita akan menjadi lebih mudah untuk membuka diri.
Ø  Adanya rasa empati. Dengan memiliki empati, kita bisa melihat seperti orang lain melihat, merasakan seperti orang lain merasakannya.
Ø  Kejujuran. Dengan selalu bersikap jujur, perilaku kita dapat diduga dan akan mendorong orang lain untuk percaya kepada kita.
Ø  Sikap Suportif. Sikap suportif merupakan sikap yang mengurangi ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah, dan pengalaman defensive dalm komunikasi.
Sikap Terbuka. Bersama-sama dengan sifat percaya, empati, jujur, dan sikap suportif, dikap terbuka akan mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai, dan saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal.

Komentar

Postingan Populer